Minggu, 16 Desember 2018

Gagal jantung kanan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Gagal Jantung kanan adalah kegagalan ventrikel kanan untuk memompa secara adekuat (Hudak & Gallo, 2011).
Pada kondisi kegagalan Jantung kanan terjadi afterload yang berlebihan pada ventrikel kanan karena peningkatan tekanan vaskular pulmonal sebagai akibat dari disfungsi ventrikel kiri. Ketika ventrikel kanan mengalami kegagalan, peningkatan tekanan diastolik akan berbalik arah ke atrium kanan yang kemudian menyebabkan terjadinya kongesti vena sistemik (Lilly, 2011).
Kegagalan jantung kanan sering kali mengikuti kegagalan jantung kiri tetapi bisa juga disebabkan oleh karena gangguan lain seperti atrial septal defek cor pulmonal (Lilly, 2011 didalam Crawford, 2009).
1.2 Rumusan masalah
1. Definisi gagal ginjal kanan
2. Penyebab
3. Phatofisiologi
4. Pathogenesis
5. Manifestasi klinis
6. Komplikasi
7. Pemeriksaan diagnostik
8. Penatalaksanaan
9. Implikasi keperawatan
10. Asuhan keperawatan
1.3 Tujuan masalah
1. Mengetahui definisi gagal ginjal kanan
2. Mengetahui Penyebab
3. Mengetahui Phatofisiologi
4. Mengetahui Pathogenesis
5. Mengetahui Manifestasi klinis
6. Mengetahui Komplikasi
7. Mengetahui Pemeriksaan diagnostik
8. Mengetahui Penatalaksanaan
9. Mengetahui implikasi keperawatan
10. Mengetahui asuhan keperawatan

























BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Gagal jantung adalah kondisi dimana otot jantung sangat lemah sehingga tidak bisa memompa darah ke seluruh tubuh. Kondisi ini juga disebut jantung kongestif.
Gagal Jantung kanan adalah kegagalan ventrikel kanan untuk memompa secara adekuat (Hudak & Gallo, 2011).
Pada kondisi kegagalan Jantung kanan terjadi afterload yang berlebihan pada ventrikel kanan karena peningkatan tekanan vaskular pulmonal sebagai akibat dari disfungsi ventrikel kiri. Ketika ventrikel kanan mengalami kegagalan, peningkatan tekanan diastolik akan berbalik arah ke atrium kanan yang kemudian menyebabkan terjadinya kongesti vena sistemik (Lilly, 2011).
Gagal jantung kanan adalah ketika jantung gagal memompa darah dengan baik, maka terjadi penurunan kapasitas memompa pada ruang jantung kanan, dan disebut gagal jantung kanan. Gagal jantung kanan sering terjadi sekunder terhadap gagal jantung kiri. Ketika gagal jantung kiri terjadi, terutama pada ventrikel kiri gagal memompa darah ke aorta, sehingga darah kembali ke jantung kiri. Akibatnya tekanan pada ventrikel kiri meningkat.
Di sisi lain aliran darah ke atrium kiri dari paru-paru melalui vena pulmonalis. Akibatnya tekanan pada pulmonal meningkat. Ventrikel kiri menjadi berkontraksi lebih keras karena terdapat resistensi pada paru. Bila berlangsung lama, maka otot jantung pada ventrikel kanan mulai melemah dan membesar, menyebabkan gagal jantung kanan. Meskipun sering tidak terlihat, gagal jantung kanan dapat disebkan penyakit paru, seperti bronkoektasis, COPD dan tromboemboli pulmonel.
Gagal jantung kanan, meliputi edema pada region tubuh seperti kaki. Pada kondisi kronis, pasien tampak asites ( adanya cairan pada ruang perut ) dan efusi pleura ( adanya cairan pada rongga paru ). Gejala lain, terjadi organomegali seperti hepatogemali.
2.2 Penyebab
Penyebab umum gagal jantung adalah
1. Penyakit jantung koroner dan serangan jantung (yang mungkin diam)
2. Kardiomiopati (penyakit otot jantung)
3. Tekanan darah tinggi (hipertensi)
4. Penyakit katup jantung
5. Penyakit jantung bawaan
6. Alkoholisme dan penggunaan obat
Pada penyakit jantung koroner, arteri pemasok darah ke jantung menyempit atau tersumbat. Seseorang mengalami serangan jantung ketika aliran darah ke daerah jantung tersumbat seluruhnya. Otot jantung menderita kerusakan ketika asupan darah berkurang atau tersumbat. Jika kerusakan mempengaruhi kemampuan jantung untuk memompa darah, gagal jantung terjadi. Beberapa serangan jantung terjadi tanpa disadari. Kardiomiopati mungkin disebabkan oleh penyakit arteri jantung dan berbagai masalah jantung lainnya. Kadang kala, penyebabnya tidak ditemukan, hal ini dikenal dengan kardiomiopati idiopatik. Kardiomiopati dapat melemahkan otot jantung, menyebabkan gagal jantung. Tekanan darah tinggi merupakan penyebab umum gagal jantung lainnya. Tekanan darah tinggi membuat jantung bekerja berat untuk memompa darah. Beberapa saat kemudian, jantung tidak dapat menyesuaikan dan gejala gagal jantung timbul. Kerusakan katub jantung, penyakit jantung keturunan, alkoholisme, dan penggunaan obat sembarangan menyebabkan kerusakan jantung yang dapat menyebabkan gagal jantung.
2.3 Pathofisiologi dan pathogenesis
Gagal jantung kanan terjadi saat curah bilik jantung kanan berkurang dari masukan dari sirkulasi vena sistemik. Akibatnya, sirkulasi vena sistemik terbendung, dan curah ke paru menurun. Penyebab utama diakibatkan oleh gagal jantung kiri, yang menyebabkan tekanan pulmonel naik, sehingga bilik jantung bertambah bebannya. Selain itu dapat pula disebabkan oleh penyakit paru obstruksi kronik (PPOK), embolus pulmonel dan efek jantung bawaan. Gagal jantung kanan yang diakibatkan oleh penyakit paru disebut cor pulmonale darah dari sirkulasi sistemik gagal dipompa secara adekuat kedalam sirkulasi paru oleh jantung kanan, akibatnya darah banyak terkumpul dalam sirkulasi sistemik. Keadaan jantung kanan yang kronis dan cukup berat, akan timbul gejal a pembendungan  sirkulasi sistemik. Keadaan gagal jantung kanan yang kronis dan cukup berat, akan timbul gejala pembendungan sirkulasi sistemik yang berarti.
Tanda-tanda yang dapat ditemukan berupa peningkatan vena jugularis, hepatomegali, hepatojugular reflux, dan edema perifer. Asites juga terjadi bila gagal jantung kanan sudah berat dan dapat menyebabkan restriksi pernapasan dan tekanan abdomen. Pada gagal jantung kanan murni (tidak didahului oleh gagal jantung kiri), gejala pulmonal minimal sampai tidak ada. Edema perifer mungkin dan secara bertahap mmpengaruhi kebanyakan jaringan tubuh.
2.4 Manifestasi klinis
1. Pembesaran ventrikel kanan
Hipertrofi ventrikel kanan atau dalam bahasa inggrisnya Right Ventricular Hyperthropy (LVH) singkatnya merupakan penebalan atau penambahan massa otot atau miokardium dari ventrikel kanan sebuah jantungi dalam EKG, akibat adanya penambahan massa otot ventrikel kanan akan terjadi penambahan kekuatan voltase arus listrik jantung pada bagian ventrikel sebelah kanan
2. Murmur
Murmur jantung adalah kondisi di mana terdapat suara tiupan atau desingan yang muncul ketika aliran darah bergerak melalui jantung atau pembuluh darah di sekitar jantung tidak normal atau mengalami turbulensi. Murmur bisa terdengar dengan stetoskop. Denyut jantung normal membuat dua suara seperti “lub-dup”, yang merupakan suara katup. Sebagian besar murmur jantung tidak berbahaya dan tidak memerlukan perawatan apa pun. Namun ada pengecualian, murmur bisa menjadi gejala dari masalah jantung, misalnya katup jantung yang rusak atau telalu banyak bekerja. Beberapa orang juga terlahir dengan gangguan katup jantung, dan yang lainnya menganggap ini sebagai bagian dari penuaan atau masalah jantung lainnya.
3. Edema perifer
Bengkak atau edema perifer adalah temuan non-spesifik yang sering dijumpai dalam berbagai kondisi medis dan dapat menimbulkan tantangan diagnostik bagi dokter. Penyebabnya berkisar dari kondisi jinak yang dapat dikelola sendiri oleh pasien sampai kegagalan organ utama yang membutuhkan rujukan spesialis atau rumah sakit. Sebuah pemeriksaan sistematis dari pasien dengan rasionalisasi juga hemat biaya direkomendasikan sebagai langkah awal dalam manajemen edema.
Mekanisme fisiologis edema perifer paling sering disebabkan oleh ekstravasasi cairan dari pembuluh darah ke dalam interstisium sebagai akibat dari perubahan hemodinamik vaskular. Starling menjelaskan mekanisme penyebab edema perifer sebagai:
a. Peningkatan tekanan hidrostatik intravaskular.
b. Penurunan tekanan intravaskular atau tekanan onkotik plasma (osmotik koloid).
c. Permeabilitas pembuluh darah yang meningkat.
4. Peningkatan BB
Tubuh yang lebih besar memerlukan darah lebih banyak. Saat berat badan Anda bertambah, jantung akan memompa lebih banyak darah daripada sebelumnya. Bukannya berdetak lebih sering, jantung akan bertambah besar agar bisa mengalirkan lebih banyak darah pada setiap detakan. Peningkatan aliran darah dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, yang merupakan penyebab utama penyakit jantung.
Walau tekanan darah tidak bertambah, jantung bisa menderita beban kerja yang bertambah. Saat ruang jantung membesar, kemampuan meremas berkurang. Pada akhirnya, jantung tidak dapat mengeluarkan darah pada tiap detak jantung. Saat darah mulai menggenang di jantung, Anda dapat mengalami gagal jantung kongestif.
5. Peningkatan HR
Detak jantung cepat disebut juga dengan istilah takikardia. Ini adalah kondisi yang terjadi karena adanya gangguan impuls listrik yang mengendalikan jumlah rata-rata  detak jantung. Digolongkan takikardia yaitu jika seseorang yang sedang dalam kondisi beristirahat memiliki detak jantung melebihi dari 100 kali per menit.Takikardia bisa muncul tanpa menimbulkan komplikasi, namun juga bisa meningkatkan risiko stroke, gangguan fungsi jantung hingga henti jantung, dan bahkan kematian. Penelitian mengenai detak jantung saat istirahat yang dilakukan selama 10 tahun menunjukkan, risiko kematian lebih tinggi pada partisipan yang mengalami peningkatan detak jantung selama kurun waktu tersebut, dibandingkan yang tetap stabil.
6. Asites
Asites adalah penumpukan cairan (biasanya cairan benang dan cairan serosa yang berwarna kuning pucat) di rongga perut. Rongga perut terletak di bawah rongga dada, dipisahkan denga diafragma. Asites dapat terjadi akibat berbagai kondisi seperti penyakit hati (liver), kanker, gagal jantung kongestif atau gagal ginjal.
7. Distensi vena jugularis
Tekanan vena jugularis atau Jugularvenouspressure (JVP) dalam bahasa Inggris, adalah tekanan sistem vena yang diamati secara tidak langsung (indirek). Secara langsung (direk), tekanan sistem vena diukur dengan memasukkan kateter yang dihubungkan dengan sphygmomanometer melalui vena subclavia dextra yang diteruskan hingga ke vena centralis (vena cava superior). Karena cara tersebut invasif, digunakanlah vena jugularis (externadexter) sebagai pengganti sphygmomanometer dengan titik nol (zero point) di tengah atrium kanan. Titik ini kira-kira berada pada perpotongan antara garis tegak lurus dari angulus Ludovici ke bidang yang dibentuk kedua lineamidaxillaris.
Vena jugularis tidak terlihat pada orang normal dengan posisi tegak. Ia baru  terlihat pada posisi berbaring di sepanjang permukaan musculussternocleidomastoideus. JVP yang meningkat adalah tanda klasik hipertensi vena (seperti gagal jantung kanan). Peningkatan JVP dapat dilihat sebagai distensi vena jugularis, yaitu JVP tampak hingga setinggi leher; jauh lebih tinggi daripada normal.
8. Hepatomegali
Hepatomegali adalah pembesaran ukuran organ hati. Kondisi ini umumnya terjadi karena adanya penyakit pada organ hati, salah satunya adalah hepatitis. Namun bisa juga karena penyakit lainnya. Hati merupakan organ yang memiliki banyak peran penting. Di antaranya adalah untuk memproduksi cairan empedu guna mencerna lemak, menyimpan gula jenis glukosa sebagai cadangan energi tubuh, dan membersihkan tubuh dari zat-zat berbahaya.
9. Efusi pleura
Efusi pleura adalah kondisi yang ditandai oleh penumpukan cairan di antara dua lapisan pleura. Pleura merupakan membran yang memisahkan paru-paru dengan dinding dada bagian dalam. Cairan yang diproduksi pleura ini sebenarnya berfungsi sebagai pelumas yang membantu kelancaran pergerakan paru-paru ketika bernapas. Namun ketika cairan tersebut berlebihan dan menumpuk, maka bisa menimbulkan gejala-gejala tertentu.
2.5 Komplikasi
1. Kerusakan atau kegagalan ginjal
Gagal jantung dapat mengurangi aliran darah ke ginjal, yang akhirnya dapat menyebabkan gagal ginjal jika tidak ditangani. Kerusakan ginjal dari gagal jantung dapat membutuhkan dialysis untuk pengobatan.
2. Masalah katup jantung
Gagal jantung menyebabkan penumpukan cairan sehingga dapat terjadi kerusakan pada katup jantung.
3. Kerusakan hati
Gagal jantung dapat menyebabkan penumpukan cairan yang menempatkan terlalu banyak tekanan pada hati. Cairan ini dapat menyebabkan jaringan parut yang mengakibatkan hati tidak dapat berfungsi dengan baik.
4. Serangan jantung dan stroke
Karena aliran darah melalui jantung lebih lambat pada gagal jantung dari pada dijantung yang normal, maka semakin besar kemungkinan akan mengembangkan pembekuan darah, yang dapat meningkatkan resiko terkena serangan jantung atau stroke.
2.6 Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan foto thorax
Pada pemeriksaan foto dada dapat ditemukan adanya pembesaran siluet jantung ( cardio thoraxic ratio > 50% ), gambaran kongesti vena pulmonalis terutama di zona atas pada tahap awal, bila tekanan vena pulmonal lebih dari 20 MmHg dapat timbul gambaran cairan pada fisura horizontal dan garis Kerley B pada sudut kostofrenikus. Bila tekanan lebih dari 25  MmHg didapatkan gambaran batwing pada lapangan paru yang menunjukkan adanya edema paru yang bermakna. Dapat pula gambaran efusi pleura bilateral, tetapi bila unilateral, yang lebih banyak terkena adalah bagian kanan .
2. EKG 12 led
Pada EKG 12 led didaptkan gambaran abnormal pada hampir seluruh penderita dengan gagal jantung, meskipun gambaran normal dapat dijumpai pada 10 % kasus. Gambaran yang sering didapatkan antara lain gelombang Q, abnormalitas ST-T, hipertrofi ventrikel kiri, bundle brunch block dan fibriasi atrium. Bila gambaran EKG dan foto dada keduanya menunjukkan gambaran yang normal, kemungkinan gagal jantung sebagai penyebab dipneu pada pasien sangat kecil kemungkinannya.
3. Ekokardiografi
Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat berguna pada gagal jantung. Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran obyektif mengenai struktur dan fungsi jantung. Penderita yang perlu dilakukan ekokardiografi adalah: semua pasien dengan tanda gagal jantung,  susah bernafas yang berhubungan dengan murmur, sesak yang berhubungan dengan fibrilasi atrium, serta penderita dengan resiko disfungsi ventrikel kiri (infark miokard anterior, hipertensi tak terkontrol, atau aritmia). Ekokardiografi dapat mengidentifikasi gangguan fungsi sistolik, fungsi diastolik, mengetahui adanya gangguan katup, serta mengetahui resiko emboli.
4. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan anemia sebagai penyebab susah bernafas, dan untuk mengetahui adanya penyakit dasar serta komplikasi. Pada gagal jantung yang berat akibat berkurangnya kemampuan mengeluarkan air sehingga dapat timbul hiponatremia dilusional, karena itu adanya hiponatremia menunjukkan adanya gagal jantung yang berat.
5. Pemeriksaan radionuclide
Pemeriksaan radionuklide atau multigated ventrikulografi dapat mengetahui ejection franction, laju pengisian sistolik, laju pengosongan diastolik, dan abnormalitas dari pergerakan dinding. Angiografi dikerjakan pada nyeri dada berulang akibat gagal jantung. Angiografi ventrikel kiri dapat mengetahui gangguan fungsi yang global maupun segmental serta mengetahui tekanan diastolik, sedangkan kateterisasi jantung kanan untuk mengetahui tekanan sebelah kanan ( atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri pulmonalis) serta pulmonary artery capillary wedge pressure.
2.7 Penatalaksanaan
Respon fisiologis pada gagal jantung membentuk dasar rasional untuk tindakan. Sasaran penatalaksanaan gagal jantung kongestif adalah untuk menurunkan kerja jantung, untuk meningkatkan curah jantung dan kontraktilitas miokard, dan untuk menurunkan retensi garam dan air.
1. Tirah Baring
Karena jantung tidak dapat diharapkan untuk benar-benar istirahat untuk sembuh seperti luka pada patah tulang, maka hal terbaik yang dilakukan adalah mengistirahatkan pasien; dengan demikian, melalui inaktivitas, kebutuhan pemompaan jantung diturunkan. Tirah baring merupakan bagian yang penting dari pengobatan gagal jantung kongestif, khususnya pada tahap akut dan sulit disembuhkan.
Selain itu untuk menurunkan seluruh kebutuhan kerja pada jantung, tirah baring membantu dalam menurunkan beban kerja dengan menurunkan volume intravascular melalui induksi diuresis berbaring. Penelitian tirah baring lama telah menunjukkan bahwa dalam 48 sampia 72 jam inaktivitas terdapat penurunan volume plasma 300ml atau lebih. Meskipun ini bukan volume besar dari cairan kompartemen vascular seluruhnya, ini membantu dalam menurunkan beban volume yang ada untuk mengisi jantung. Untuk itu membantu dalam menurunkan beban volume dilatasi ruang jantung dan memberikan status kompensasi. Efek ini akibat dari stimulasi reseptor regangan atrium yang mendeteksi peningkatan volume darah yang kembali ke sisi kanan jantung, yang akan tersisih di ekstremitas bawah bila pasien berdiri. Reseptor ini kemudian “turn off” produksi hormon antidiuretik dan diuresis terjadi kemudia. Dengan penurunan volume intravascular dan jumlah darah yang ada untuk dipompa oleh jantung (preload), kompensasi jantung dapat ditingkatkan.
2. Diuretik
Selain tirah baring, pembatasan garam dan air serta diuretik, baik oral maupun parental, akan menurunkan preload dan kerja jantung. Semua diuretik, tanpa memperhatikan rute pemberiannya, dapat menyebab perubahan bermakna pada elektrolit serum, khususnya kalium dan klorida. Untuk itu, penentuan pengaturan elektrolit serum penting pada evaluasi pasien. Ini adalah rute utama bila pasien juga menerima digitalis karena kalium rendah dihasilkan oleh diuretik yang merupakan predisposisi pada toksisitas digitalis, mengancam hidup tetapi komplikasi yang dapat dihindari. Karena kemungkinan ini, suplemen kalium bisa diprogramkan bila diuretik yang menurunkan kalium diberikan, khususnya bila digitalis diberikan juga.
Sasaran-sasaran untuk Penatalaksanaan Gagal Jantung
a. Menurunkan kerja jantung
b. Meningkatkan curah jantung dan kontraktilitas miokard
c. Menurunkan retensi garam dan air
Pilihan rute pemberian diuretik terutama fungsi kegawatan dari situasi klinis. Gagal ventrikel kiri ringan sampai sedang (dimanifestasikan oleh  sinus takikardi, rale pasca batuk  rejan, dan S3) biasanya dapat diataso dengan sediaan oral; namun, edema pulmonal akut, situasi mengancam hidup, memerlukan pendekatan yang lebih drastis dan rute parental harus dipilih.
Dengan kata lain preload dan afterload adalah pendekatan yang ada untuk penatalaksanaan status kegagalan akut dan kronik. Baik metode farmaklogis dan mekanikal dapat bermanfaat.
3. Morfin
Morfin adalah obat yang paling berguna dalam menangani edema pulmonal akut. Morfin dapat mencapai manfaat melalui efek vasodilatasi perifer, membentuk penampungan darah perifer (flebotomi pucat) yang menurunkan aliran balik vena dan kerja jantung. Selain itu, morfin menghilangkan ansietas yang berhubungan dengan dispnea berat dan menenangkan pasien, dengan demikian menurunkan mekanisme pompa pernafasan  untuk meningkatkan aliran balik vena. Morfin juga menurunkan tekanan darah arteri dan tahanan, mengurangi kerja jantung (penurunan afterload)
4. Reduksi Volume Darah Sirkulasi
Bahkan metode yang lebih dramatis dari penurunan preload dan kerja jantung adalah flebotomi, suatu prosedur yang bermanfaat pada pesien dengan edema pulmonal akut karena tindakan ini dengan segera memindahkan volume darah dari sirkulasi sentral, menurunkan aliran balik vena dan tekanan pengisian, serta sebaliknya menciptakan masalah hemodinamik dasar segera.
Flebotomi dapat pucat (pemutaran torniket), atau seluruh darah dipindah secara langsung dari sirkulasi. Torniket kurang efektif daripada pemindahan darah langsung. Meskipun flebotomi dapat membantu dalam menangani edema pulmonal akut, ini mungkin berbahaya pada pasien yang tidak mengalami peningkatan volume intravascular. Situasi ini paling umum terjadi pada pasien dengan infark miokard akut yang mengalami kerusakan otot luas dan awitan cepatedema pulmonal sebelum ginjal dapat berkonpetensi terhadap penurunan curah jantung dan retensi air.
5. Terapi nitrat dan vasodilator
Penggunaan nitrat, baik secara akut maupun kronis, telah didukung dalam penatalaksanaan gagal jantung. Dengan menyebabkan vasodilator perifer, jantung di “unloaded”(penurunan afterload), pada peningkatan curah jantung lanjut, penurunan pulmonary artery wedge pressure (pengukuran yang menunjukkan derajat kongesti vaskular pulmonal dan beratnya gagal ventrikel kiri), dan penurunan pada konsumsi oksigen miokard. Bentuk terapi ini telah di ketahui bermanfaat pada gagal ringan sampai sedang dan gagal edema pulmonal akut berhubungan dengan infark miokard, gagal ventrikel kiri yang sulit sembuh kronis, dan kegagalan yang berhubungan dengan regurditasi mitral bera. Saat ini, terapi vasodilator parenteral (nitrogliserin parenteral atau nitropusit natrium) memerlukan pemantauan hemodinamik akurat dari tekanan wedge arteri dan pulmonal (kanul arteri dan kateter Suan-Ganz) dan penggunaan pompa infus untuk menitrasi dengan cermat dosis yang di berikan.
Nitropusit harus digunakan pada perawatan. Terapi nitrat kerja-panjang biasanya di berikan dengan salep nitrogliserin. Beberapa pasien yang menerima keuntungan maksimal dari terapi bentuk lain untuk gagal venrtikel kiri telah membaik secara bermakna dengan pengobatan vasodilator. Terapi nitrat jangka panjang tidak hanya menghilangkan gejala tetapi tampak memperbaiki prognosis gagal jantung.
6. Digitalis
Meskipun perubahan kerja jantung dengan menurunkan preload dan afterload diindikasikan pada gagal jantung dan pada waktunya memungkinkan penghindaran obat-obatan yang meningkatkan kerja kontraksi miokard, agen inotropik masih merupakan alat terapetik penting.
Digitalis adalah obat utama untuk meningkatkan kontraktilitas. Obat inotropik ini mempunyai keseragaman penggunaan pada kardiologi dan juga salah satu yang paling potensial berbahaya, kenyataan ini diketahui pada 1785 oleh william withering, penemu nilai farmakologis dan toksisitas digitalis (foxglove) : “Digitalis bila diberikan dalam dosis yang sangat besar dan dengan cepat di ulang kadang-kadang membuat mabuk, muntah, pandangan kacau, bersifat laksatif, objek tampak hijau atau kuning, peningkatan sekresi urin dengan gerakan yang sering dan kadang-kadang ketidak mampuan untuk menahannya; nadi lambat bahkan serendah 35 dalam satu menit. Keringat dingin, kekacawan mental, sinkope dan kematian“ pada kegagalan jantung digitalis memperlambat frekwensi ventrikel dan meningkatkan kekuatan kontraksi, peningkatan efisiensi jantung. Saat curah jantung meningkat, volume cairan lebih besar dikirim ke ginjal untuk filtrasi dan ekskresi, dan volume intrafaskular menurun.
Pada kegagalan awal pada infark miokard akut, digitalis dapat meningkatkan jumlah potensial kerusakan miokard dengan peningkatkan kontraktilitas dengan demikian meningkatkan kebutuhan oksigen miokard. Pengobatan kegagalan pada situasi ini kemungkinan yang terbaik bila preload atau afterload diturunkan dengan menggunakan bioretik atau nitrat pasien dengan gagal jantung lebih berat mungkin mendapatkan keuntungan dari terapi digitalis jangka panjang. Mempertahankan kadar obat harum 1,54 sampai 2,56 nmol/liter dapat memperbaiki toleransi latihan dan kualitas hidup penderita gagal jantung kongestif. Tentu saja, bila penurunan bermakna pada tekanan aortik senral terjadi, perfusi arteri koroner dapat turun dan area kerusakan meningkat. Kunci pelajaran di sini adalah bahwa obat-obatan mempunyai potensial efek samping berbahaya, dimana program penatalaksanaan harus dipilih dengan perawatan dan dengan pemahaman penuh tentang potensial efek samping merugikan, dan bahwa pemantauan ketat pasien diharuskan.
7. Inotropik positif
Dopamin, pada dosis rendah 2,5 sampai 5,0 µg/kg, akan merangsang α-adrenergik, β-adrenergek, dan reseptor dopamin. Ini mengakibatkan keluarnya katekolamin dari sis penyimpanan saraf,memperbaiki kotraktilitas dan mendilatasi ginjal, spanglikus, selebral, dan pembulu koroner. Reduksi kecil pada tahanan vaskular sistemik dapat dilihat. Dosis lebih besar (5-10 µg/kg),respons inotropik positif (kekuatan kontraksi),kromoktropik (frekuensi jantung ),dan dromogtrapik (kecepatan konduksi) terjadi. Ini meningkatkan frekuensi jantung,curah jantung,dan isi sekuncup.Pada dosis maksimal (10-20 µg/kg),vasekonstriksi terjadi,meningkatkan beban kerja jantung.
Dobutamin merangsang hanya reseptor β-adrenergik dan mengakibatkan sedikit vasekonstriksi. Dosisnya mirip dengan dobumin,tetapi dobutamin sintesis akan memperbaiki isi kuncup dan curah jantung dengan sedikit vasekonstriksi dan takikardi.
8. Tindakan-tindakan  mekanis
Dukungan mekanis ventrikel kiri dimulai pada tahun 1967 penuh dengan konterpulasi balon intra-aurtik atau pompa PBIA. Dukungan sementara ini meningkatkan aliran darah koroner,memperbaiki isi sekuncup dan mengurangi preload dan afterload ventrikel kiri. Selama 1970-an pendukung mekanis dikembangkan.Penggunaan ekstra corporeal membran oxygenation (ECMO) muncul. Alat ini menggantikan fungsi jantung atau paru,mengakibatkan aliran darah dan pertukaran gas.Oksigenasi membran ekstra corporeal dapat digunakan untuk memberi waktu sampai tindsakan pasti seperti bedah bypass arteri koroner.Perbaikan sektum,atau trasplantasi jantung dapat dilakukan.
Alat bantu ventrikel kiri (ABCK) telah digunakn sebagai terapi jembatan untuk mempertahankan hidup sampai pembedahan atau trasplantasi dilakukan. Alat ini memberikan aliran kedepan untuk mempertahankan sirkulasi arteri koroner dan sistemik.


















BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Implikasi keperawatan
Peran perawat menurut konsorium ilmu kesehatan terdiri dari sebagai berikut (Hidayat, 2008) terdiri dari :
1. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan
Peran ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan.
2. Peran sebagai advokat pasien
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu pasien dan keluarganya dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien. Juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasienyang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya dan hak atas privasi.
3. Peran educator
Peran ini dilakukan dengan membantu pasien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari pasien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
4. Peran koordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan pasien.
5. Peran kolaborator
Peran perawat di sini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain- lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.
6. Peran konsultan
Di sini perawat berperan sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan.Peranini dilakukan atas permintaan pasien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.
7. Peran pembaharu
Peran ini dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.
3.2 Asuhan keperawatan
A. Pengkajian
1. Aktivitas/istrahat
a. Gejala
1) Keletihan/kelemahan terus menerus sepanjang hari.
2) Insomnia.
3) Nyeri dada dengan aktivitas.
b. Tanda
1) Gelisah
2) perubahan status mental.
2. Sirkulasi
a. Gejala
1) Riwayat hipertensi
2) IM akut
3) Episode GJK sebelumnya
4) Penyakit katup jantung
5) Bedah jantung
6) Endokarditis.
b. Tanda
1) TD : rendah (gagal pemompaan), normal (GJK ringan atau kronis), atau tinggi (kelebihan beban cairan).
2) Frekuensi jantung : takikardi.
3) Irama jantung : disritmia.
4) Bunyi jantung : S3 (gallop).
5) Nadi : nadi perifer berkurang; perubahan dalam kekuatan denyutan.
6) Punggung kuku : pucat atau sianosis dengan pengisisan kapiler lambat.
7) Bunyi napas : ronki, krekels.
3. Integritas ego
a. Gejala
1) Ansietas.
2) Stress yang berhubungan dengan penyakit.
b. Tanda
a) Berbagai manifestasi prilaku.
4. Eleminasi
a. Gejala
1) Penurunan berkemih.
2) Diare.
5. Makanan dan cairan
a. Gejala
1) Kehilangan nafsu makan
2) Mual/muntah
3) Penambahan berat badan yang signifikan.
b. Tanda
1) Penambahan beerat badan cepat.
6. Pernapasan
a. Gejala
1) Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk, atau dengan beberapa bantal.
2) Batuk dengan atau tanpa sputum.
3) Penggunaan bantuan pernafasan.
b. Tanda
1) Pernapasan : takipnea.
2) Batuk : kering/nonproduktif atau mungkin batuk terus menerus dengan atau tanpa sputum.

B. Diagnosa keperawatan
1. Penurunan curah jantung menurun berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardia, perubahan frekuensi, irama, perubahan structural (kelainan katup).
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penigkatan produksi ADH, resistensi natrium dan air.
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan volume paru, hepatomegali, splenomigali.
4. Integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan perfusi jaringan.
C. Perencanaan keperawatan
1. Penurunan curah jantung menurun berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardia, perubahan frekuensi, irama, perubahan structural (kelainan katup).
a. Tujuan :
1) Menununjukan tanda vital dalam batas normal, dan bebas gejala gagal jantung.
2) Melaporkan penurunan episode dispnea, angina.
3) Ikut serta dalam aktvitas mengurangi beban kerja jantung.
b. Intervensi
1) Aukskultasi nadi, kaji frekuensi jantung, irama jantung.
Rasional : agar mengetahui seberapa besar tingkatan perkembangan penyakit secara universal.
2) Pantau TD
Rasional : pada GJK peningakatan tekanan darah bisa terjadi kapanpun.
3) Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis.
Rasional : pucat menunjukan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap tidak adekuatnya curah jantung. Sianosis dapat terjadi akibat dari suplai oksigen yang berkurang pada jaringan atau sel.
4) Berikan pispot di samping tempat tidur klien.
Rasional : pispot digunakan untuk menurunkan kerja ke kamar mandi.
5) Tinggikan kaki, hinderi tekanan pada bawah lutut.
Rasional : menurunkan statis vena dan dapat menurunkan insiden thrombus atau pembentukan emboli.
6) Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker sesuai indikasi.
Rasional : meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard, untuk melawan hipoksia.
7) Berikan obat sesuai indikasi.
Vasodilator, contoh nitrat (nitro-dur, isodril).
Rasional : vasodilator digunakan untuk meningkatkan curah jantung, dan menurunkan volume sirkulasi.
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penigkatan produksi ADH, resistensi natrium dan air.
a. Tujuan
1) Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan cairan pemasukan dan pengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil, dan tak ada edema.
b. Intervensi
1) Pantau haluaran urin, catat jumlah dan warna.
Rasional : haluaran urin mungkin sedikit dan pekat karena perunan perrfusi ginjal.
2) Ajarkan klien dengan posisi semifowler.
Rasional : posisi terlentang atau semi fowler meningkatakan filtrasi ginjaldan menurunkan ADH sehingga meningkatkan dieresis.
3) Ubah posisi klien dengan sering.,
Rasional : pembentukan edema, sirkulasi melambat, gangguan pemasukan nutrisi dan inmobilisasi atau baring lama merupakan kumpulan stressor yang mempengaruhi integritas kulit dan memerlukan intervensi pengawasan ketat.
4) Kaji bising usus. Catat kelluhan anoreksia, mual.
Rasional : kongesti visceral dapat menganggu fungsi gaster/intestinal.
5) Berikan makanan yang mudah dicerna, porsi kecil dan sering.
Rasional : penurunan mortilitas gaster dapat berefek merugikan pada digestif dan absorsi. Makan sedikit dan sering meningkatkan digesti/mencegah ketidaknyamanan abdomen.
6) Palpasi hepatomegali. Catat keluhan nyeri abdomen kuadran kanan atas/nyeri tekan/
Rasional : perluasan gagal jantung menimbulkan kongesti vena, menyebabkan distensi abdomen, pembesaran hati, dan menganggu metabolism obat.
7) Pemberian obat sesuai indikasi.
a) Diuretic contoh furrosemid (lasix), bumetanid (bumex).
Rasional : meningkatkan laju aliran urin dan dapat menghambat reabsorbsi natrium pada tubulus ginjal.
b) Tiazid dengan agen pelawan kalium, contoh spironolakton (aldakton).
rasional meningkatkan diuresi tanpa kehilangan kalium berlebihan.
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan volume paru, hepatomegali, splenomigali.
a. Tujuan
1) Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan  selam di RS, RR Normal , tak ada bunyii nafas tambahan  dan penggunaan otot Bantu pernafasan. Dan GDA Normal.
b. Intervensi
1) Monitor kedalaman pernafasan, frekuensi, dan ekspansi dada.
Rasional : distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat dari diafragma yang menekan paru-paru.
2) Catat upaya pernafasan  termasuk penggunaan otot bantu nafas
Rasional : kesulitan bernafas dengan ventilator dan/atau peningkatan tekanan jalan napas di duga memburuknya kondisi/terjadinya komplikasi.
3) Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas krekels, mengi.
Rasional : bunyi napas menurun/tak ada bila jan napas obstruksi sekunder terhadap perdarahan, krekels dan mengi menyertai obstruksi jalan napas/kegagalan pernapasan
4) Tinggikan kepala  dan  bantu untuk mencapi posisi yang senyaman mungkin.
Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahka pernapasan. Pengubahan posisi dan ambulansi meningkatkan pengisian udara segmen paru berbeda sehingga memperbaiki difusi gas.
4. Integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan perfusi jaringan.
a. Tujuan
1) Mempertahankan integritas kulit.
2) Mendemonstrasikan prilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.
b. Intervensi
1) Kaji kulit, adanya edma, area sirkulasi terganggu, atau kegemukan/kurus.
Rasional : kulit berisiko karena gangguan sirkulasi perifer, dan gangguan status nutrisi.
2) Pijat area yang kemerahan atau memutih.
Rasional : meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jarinagan.
3) Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu rentang gerak aktif/pasif.
Rasional : memperbaiki sirkulasi/menurunkan waktu satu area yang meganggu aliran darah.
4) Berikan perawatan kulit sering, meminimalkan dengan kelembaban.
Rasional : terlalu kering atau lembab merusak kulit dan mempercepat kerusakan.
5) Hindari obat intramuscular.
Edema intertisisal dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbs obat dan predisposisi untuk kerusakan kulit/terjadinya infeksi.









BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Gagal Jantung kanan adalah kegagalan ventrikel kanan untuk memompa secara adekuat (Hudak & Gallo, 2011).
Pada kondisi kegagalan Jantung kanan terjadi afterload yang berlebihan pada ventrikel kanan karena peningkatan tekanan vaskular pulmonal sebagai akibat dari disfungsi ventrikel kiri. Ketika ventrikel kanan mengalami kegagalan, peningkatan tekanan diastolik akan berbalik arah ke atrium kanan yang kemudian menyebabkan terjadinya kongesti vena sistemik (Lilly, 2011).
Terdapat tiga aspek penting dalam menanggulangi gagal jantung yaitu pengobatan terhadap penyakit yang mendasari dan pengobatan terhadap faktor pencetus . Termasuk dalam pengobatan medikamentosa yaitu mengurangi retensi cairan dan garam, meningkatkan kontraktilitas dan mengurangi beban jantung. Sekaligus pengobatan umum meliputi istirahat, pengaturan suhu, kelembapan, oksigen, pemberian cairan dan diet.
4.2 Saran
Dalam menerapkan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gagal jantung diperlukan pengkajian, konsep dan teori oleh seorang perawat.
Informasi atau pendidkan kesehatan berguna untuk klien dengan gagal jantung selain itu pengobatan terbaik untuk gagal jantung adalah pencegahan atau pengobatan dini terhadap penyebabnya.



Kamis, 06 Desember 2018

STT (Soft Tissue Tumor)

Oleh :
Ida Ayu Rosyida
(NIM. 14401.16.17018)




PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN
STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
2018





LAPORAN PENDAHULUAN
STT (SOFT TISSUE TUMOR)
A. PENGERTIAN
Soft Tissue Tumor (STT) adalah benjolan atau pembengkakan yang abnormal yang disebabkan oleh neoplasma dan  non-neoplasma ( Smeltzer, 2002 ).
STT adalah pertumbuhan sel baru, abnormal, progresif, dimana sel selnya tidak tumbuh seperti kanker  (Price, 2006).
Jadi kesimpulannya, STT adalah Suatu benjolan atau pembengkakan yang abnormal didalam tubuh yang disebabkan oleh neoplasma yang terletak antara kulit dan tulang

B. ETIOLOGI
1. Kondisi Genetik
Ada bukti tertentu pembentuk gen dan mutasi gen adalah faktor predisposisi untuk beberapa tumaoi jarinan lunak. Dalam daftar laporan gen yang abnormal, bahwa gen memiliki peran penting dalam menentukan diagnosis.
2. Radiasi
Mekanisme yang patogenik adalah munculnya mutasi gen radiasi-induksi yang mendorong transformasi neoplastik.
3. Infeksi
Infeksi firus epstein-bar bagi orang yang memiliki kekebalan tubuh yang lemah ini juga akan meningkatkan kemungkinan terkenanya STT.
4. Trauma
Hubungan antara trauma dengan STT mungkin hanya kebetulan saja. Trauma mungkin menarik perhatian medis ke pra-luka yang ada.









C. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala STT tidak spesifik. Tergantung dimana letak tumor atau benjolan tersebut berada. Awal mulanya gejala berupa adanya suatu benjolan dibawah kulit yang tidak terasa sakit. Hanya sedikit penderita yang merasakan sakit yang biasanya terjadi akibat perdarahan atau nekrosis dalam tumor, dan bisa juga karena adanya penekanan pada saraf – saraf tepi.
Tumor jinak jaringan lunak biasanya tumbuh lambat, tidak cepat membesar, bila dirabaterasa lunak dan bila tumor digerakan relatif masih mudah digerakan dari jaringan di sekitarnyadan tidak pernah menyebar ke tempat jauh.
Pada tahap awal, STT biasanya tidak menimbulkan gejala karena jaringan lunak yang relatif elastis, tumor atau benjolan tersebut dapat bertambah besar,  mendorong jaringan normal. Kadang gejala pertama penderita merasa nyeri atau bengkak.

D. PATOFISIOLOGI
Pada umumnya tumor-tumor jaringan lunak atau Soft Tissue Tumors (STT) adalah proliferassi jaringan mesenkimal yang terjadi dijaringan nonepitelial ekstraskeletal tubuh.
Dapat timbul di tempat di mana saja, meskipun kira-kira 40% terjadi di ekstermitas bawah, terutamadaerah paha, 20% di ekstermitas atas, 10% di kepala dan leher, dan 30% di badan. Tumor jaringan lunak tumbuh centripetally, meskipun beberapa tumor jinak, sepertiserabut luka. Setelah tumor mencapai batas anatomis dari tempatnya, maka tumor membesar melewati batas sampai ke struktur neurovascular. Tumor jaringan lunak timbul di lokasi sepertilekukan-lekukan tubuh.
Proses alami dari kebanyakan tumor ganas dapat dibagi atas 4 fase yaitu :
1. Perubahan ganas pada sel-sel target, disebut sebagai transformasi
2. Pertumbuhan dari sel-sel transformasi.
3. Invasi lokal.
4. Metastasis jauh






E. PATHWAYS KEPERAWATAN


















F. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medik
a. Bedah
Mungkin cara ini sangat beresiko. Akan tetapi, para ahli bedah mencapai angka keberhasilan yang sangat memuaskan. Tindakan bedah ini bertujuan untuk mengangkat tumor atau benjolan tersebut.
b. Kemoterapi
Metode ini melakukan keperawatan penyakit dengan menggunakan zat kimia untuk membunuh sel sel tumor tersebut. Keperawatan ini berfungsi untuk menghambat pertumbuhan kerja sel tumor.
Pada saat sekarang, sebagian besar penyakit yang berhubungan dengan tumor dan kanker dirawat menggunakan cara kemoterapi ini.
c. Terapi Radiasi
Terapi radiasi adalah terapi yang menggunakan radiasi yang bersumber dari radioaktif. Kadang radiasi yang diterima merupankan terapi tunggal. Tapi terkadang dikombinasikan dengan kemoterapi dan juga operasi pembedahan.
2. Penatalaksanaan Keperawaatan
a. Perhatikan kebersihan luka pada pasien
b. Perawatan luka pada pasien
c. Pemberian obat
d. Amati ada atau tidaknya komplikasi atau potensial yang akan terjadi setelah dilakukan operasi.

G. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Biodata : nama, umur, pekerjaan, alamat
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit sekarang
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat penyakit keluarga
6. Pengkajian fisik

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan X-ray
X-ray untuk membantu pemahaman lebih lanjut tentang berbagai tumor jaringan lunak, transparansi serta hubungannya dengan tulang yang berdekatan. Jika batasnya jelas, sering didiagnosa sebagai tumor jinak, namun batas yang jelastetapi melihat kalsifikasi, dapat didiagnosa sebagai tumor ganas jaringan lunak, situasi terjadi di sarkoma sinovial, rhabdomyosarcoma, dan lainnya.
2. Pemeriksaan USG
Metode ini dapat memeriksa ukuran tumor, gema perbatasan amplop dan tumor jaringan internal, dan oleh karena itu bisa untuk membedakan antara jinak atau ganas. tumor ganas jaringan lunak tubuh yang agak tidak jelas, gema samar-samar, seperti sarkoma otot lurik, myosarcoma sinovial, sel tumor ganas berserat histiocytoma seperti. USG dapat membimbing untuk tumor mendalami sitologi aspirasi akupunktur.
3. CT scan
CT memiliki kerapatan resolusi dan resolusi spasial karakteristik tumor jaringan lunak yang merupakan metode umum untuk diagnosa tumor jaringan lunak dalam beberapa tahun terakhir.
4. Pemeriksaan MRI
Mendiagnosa tumor jinak jaringan lunak dapat melengkapi kekurangan dari X-ray dan CT-scan, MRI dapat melihat tampilan luar penampang berbagai tingkatan tumor dari semua jangkauan, tumor jaringan lunak retroperitoneal, tumor panggul memperluas ke pinggul atau paha, tumor fossa poplitea serta gambar yang lebih jelas dari tumor tulang atau invasi sumsum tulang, adalah untuk mendasarkan pengembangan rencana pengobatan yang lebih baik.
5. Pemeriksaan histopatologis
a. Sitologi: sederhana, cepat, metode pemeriksaan patologis yang akurat. Dioptimalkan untuk situasi berikut:
1) Ulserasi tumor jaringan lunak, Pap smear atau metode pengumpulan untuk mendapatkan sel, pemeriksaan mikroskopik
2) Sarcoma jaringan lunak yang disebabkan efusi pleura, hanya untuk mengambil spesimen segar harus segera konsentrasi sedimentasi sentrifugal, selanjutnya smear
3) Tusukan smear cocok untuk tumor yang lebih besar, dan tumor yang mendalam yang ditujukan untuk radioterapi atau kemoterapi, metastasis dan lesi rekuren juga berlaku.
b. Forsep biopsi: jaringan ulserasi tumor lunak, sitologi smear tidak dapat didiagnosis, lakukan forsep biopsi.
c. Memotong biopsy : Metode ini adalah kebanyakan untuk operasi.
d. Biopsi eksisi : berlaku untuk tumor kecil jaringan lunak, bersama dengan bagian dari jaringan normal di sekitar tumor reseksi seluruh tumor untuk pemeriksaan histologis.







I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre Op
1. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit
Post Op
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka post operasi
3. Resti infeksi berhubungan dengan luka post operasi

J. PERENCANAAN
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit

Ditandai dengan:
a. Gelisah
b. Insomnia
c. Resah
d. Ketakutan
e. Sedih
f. Fokus pada diri
g. Kekhawatiran a. Anxiety control
b. Coping

Kriteria Hasil :
a. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
b. Mengidentifikasi, mengugkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontrol cemas
c. Vital sign dalam batas normal
d. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan a. Anxiety reduction (penurunan kecemasan)
- Gunakan pendekatan yang menenangkan
R/ meningkatkan bhsp
- Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
R/ agar pasien mengetahui tujuan dan prosedur tindakan
- Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
R/ mengurangi kecemasan pasien
- Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis
R/ membantu mengungangi tingkat kecemasan
- Identifikasi tingkat kecemasan
R/ mengetahui tingkat kecemasan pasien
- Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
R/membantu pasien agar lebih tenang
- Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
R/ membantu pasien tenang dan nyaman
- Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
R/ cemas berkurang, pasien merasa tenang
- Berikan obat
R/untuk mengurangi kecemasan
2. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan

Batasan Karakteristik :
a. Laporan secara verbal atau nonverbal
b. Fakta dari observasi
c. Posisi antalgik (menghindari nyeri)
d. Gerakan melindungi
e. Tingkah laku berhati-hati
f. Muka topeng (nyeri)
g. Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai)
h. Terfokus pada diri sendiri
i. Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang lain dan lingkungan)
j. Tingkah laku distraksi, contoh jalan-jalan, menemui orang lain dan atau aktivitas berulang-ulang
k. Respon autonom (seperti berkeringat, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil
l. Perubahan otonom dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku)
m. Tingkah laku ekspresif (contoh gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah
n. Perubahan dalam nafsu makan dan minum

Faktor Yang Berhubungan :
Agen injury (biologi, kimia, fisik, psikologis)

a. Pain Level
b. Pain control
c. Comfort level

Kriteria Hasil :
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
e. Tanda vital dalam rentang normal

a. Pain Management
- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
R/ mengetahui tindakan dan obat yang akan diberikan
- Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
R/ mengetahui tingkat nyeri pasien
- Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
R/membantu pasien mengungkapkan perasaan nyerinya
- Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
R/untuk memberikan intervensi yang tepat
- Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
R/membantu mengurangi nyeri pasien
- Kurangi faktor presipitasi nyeri
R/ mengurangi nyeri pasien
- Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)
R/ membantu mengurangi rasa nyeri pasien
- Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
R/ memberikan intervensi yang tepat
- Ajarkan tentang teknik non farmakologi
R/mengurangi nyeri dengan cara pengobatan non farmakologis
- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
R/ nyeri dapat berkurang
- Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
R/ nyeri terkontrol
- Tingkatkan istirahat
R/ menguragi nyeri
b. Analgesic Administration
- Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
R/ untuk memberikan intervensi yang tepat
- Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
R/ benar dalam pemberian obat
- Cek riwayat alergi Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu
R/ menentukan obat yang tidak alergi untuk pasien
- Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
R/ memberikan obat yang sesuai dengan keluhan
- Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
R/ mengetahui kondisi pasien
- Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
R/ membantu mengurangi nyeri

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka post operasi

Batasan karakteristik :
a. Gangguan pada bagian tubuh
b. Kerusakan lapisa kulit (dermis)
c. Gangguan permukaan kulit (epidermis)

Faktor yang berhubungan :

Eksternal :
a. Hipertermia atau hipotermia
b. Substansi kimia
c. Kelembaban udara
d. Faktor mekanik (misalnya : alat yang dapat menimbulkan luka, tekanan, restraint)
e. Immobilitas fisik
f.  Radiasi
g. Usia yang ekstrim
h. Kelembaban kulit
i. Obat-obatan

Internal :
a. Perubahan status metabolik
b. Tulang menonjol
c. Defisit imunologi

Faktor yang berhubungan :
a. Gangguan sirkulasi
b. Iritasi kimia (ekskresi dan sekresi tubuh, medikasi)
c. Defisit cairan,kerusakan mobilitas fisik, keterbatasan pengetahuan, faktor mekanik (tekanan, gesekan) kurangnya nutrisi, radiasi, faktor suhu (suhu yang ekstrim) Tissue Integrity :
Skin and Mucous Membranes
Wound Healing :primary and secondary intention

Kriteria Hasil :
a. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi)
b. Tidak ada luka/lesi pada kulit
c. Perfusi jaringan baik
d. Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang
e. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami
f. Tidak ada tanda-tanda infeksi
g. Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka

Pressure ulcer prevention
a. Wound care
- Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
R/ menjaga integritas kulit pasien
- Jaga kulit agar tetap bersih dan kering
R/agar kulit tetap lembab
- Hindari kerutan pada tempat tidur
R/ menjaga integritas kulit tetap baik
- Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
R/ membantu agar pasien nyaman
- Monitor kulit akan adanya kemerahan
R/ mengetahui kondisi integritas kulit
- Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan
R/ agar kulit tetap terjaga tidak terjadi luka baru
- Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
R/ membantu pasien agar bisa mobilisasi
- Monitor status nutrisi pasien
R/ mengawasi pasien agar tidak kekurangan nutrisi
- Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
R/mempertahankan personal higyene pasien
- Observasi luka :lokasi, dimensi, kedalaman luka, karakteristik, warna cairan, granulasi, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal.
R/ menguragi tanda-tanda infeksi
- Lakukan teknik perawatan luka dengan steril
R/mencegah adanya infeksi


3. Resti infeksi berhubungan dengan luka post operasi

Faktor-faktor resiko :
a. Prosedur Infasif
b. Ketidakcukupan pengetahuan untuk menghindari paparan patogen
c. Trauma
d. Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan
e. Ruptur membran amnion
f. Agen farmasi (imunosupresan)
g. Malnutrisi
h. Peningkatan paparan lingkungan patogen
i. Imonusupresi
j. Ketidakadekuatan imun buatan
k. Tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan Hb, Leukopenia, penekanan respon inflamasi)
l. Tidak adekuat pertahanan tubuh primer (kulit tidak utuh, trauma jaringan, penurunan kerja silia, cairan tubuh statis, perubahan sekresi pH, perubahan peristaltik)
m. Penyakit kronik
a. Immune Status
b. Knowledge : Infection control
c. Risk control

Kriteria Hasil :
a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya,
c. Menunjukkan  kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
d. Jumlah leukosit dalam batas normal
e. Menunjukkan  perilaku hidup sehat


a. Infection Control (Kontrol infeksi)
- Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
R/mengurangi resiko infeksi
- Pertahankan teknik isolasi
R/ menurunkan resiko kontminasi silang
- Batasi pengunjung bila perlu
R/ menurunkan resiko infeksi
- Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
R/ mencegah terjadinya kontaminasi silang
- Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
R/ mencegah terpajan pada organisme infeksius
- Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
R/ menurunkan resiko infeksi
- Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
R/ mempertahankan teknik steril
- Tingkatkan intake nutrisi
R/ membantu meningkatkan respon imun
- Berikan terapi antibiotik bila perlu
R/ mencegah terjadinya infeksi
b. Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
- Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
R/mengidentifikasi keadaan umum pasien dan luka
- Monitor hitung granulosit, WBC
R/ mengidentfikasi adanya infeksi
- Monitor kerentanan terhadap infeksi
R/ menghindari resiko infeksi
- Berikan perawatan kulit pada area epidema
R/ meningkatkan kesembuhan
- Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
R/mengetahui tingkat kesembuhan pasien
- Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
R/ membantu meningkatkan status pertahanan tubuh terhadap infeksi
- Ajarkan cara menghindari infeksi
R/ mempertahankan teknik aseptik
- Laporkan kultur positif
R/ mengetahui terjadinya infeksi pada luka







DAFTAR PUSTAKA
Sjamsuhidajat, R, Jong, W.D.(2005).Soft Tissue Tumor  dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2.  Jakarta : EGC
Weiss S.W.,Goldblum J.R.(2008).Soft Tissue Tumors.Fifth Edition. China : Mosby Elsevier
Manuaba, T.W.( 2010).Panduan Penatalaksanaan Kanker Solid, Peraboi 2010. Jakarta : Sagung Seto
Smeltzer. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta : EGC
Reeves, J.C.(2001). Keperawatan medikal bedah. Jakarta : Salemba Medika
Price, Sylvia A. (2006).Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta : EGC
Nurarif A, H, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-Noc, Edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta : Mediaction Jogja
Potter and Perry Volume 2 .2006.Fundamental Keperawatan .Jakarta:EGC